Iklan

Kalingga
Januari 14, 2023, Januari 14, 2023 WIB
Last Updated 2023-01-14T05:41:04Z
BaliBeritaBerita BaliHari Raya KuninganTradisi Unik di Bali

Perayaan "Hari Raya Kuningan" di Pulau Bali Sebuah Tradisi Unik

Advertisement




Bali - Dalam Perayaan Hari Raya Kuningan dibeberapa wilayah di Pulau Dewata memiliki tradisi unik. Semisal,  Disebuah Kabupaten di Bali bernama Tabanan mempunyai tradisi unik yang disebut "mesuryak" setiap merayakan hari raya Kuningan. Ditempat lainnya Di Kabupaten Badung Bali Selatan juga mengenal istilah tradisi "Mekotek"

Mekotek atau dikenal juga dengan Gerebeg Mekotek merupakan sebuah tradisi yang digelar di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. 


Mekotek adalah tradisi yang menggunakan tongkat panjang dengan berjumlah puluhan hingga ratusan membentuk formasi layaknyanya piramid yang menjulang tinggi. 


Traidis Mekotek, Disebuha Kabupaten di Badung memiliki Desa Adat bernama  Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung pada Hari Suci Kuningan itu menampilkan ritual "Mekotek" dalam upacara "Ngerebeg".


Dalam Kegiatan ini biasanya  melibatkan seluruh pria usia 13-60, masing-masing  mengenakan busana adat Bali membawa tongkat sepanjang 3,5 meter.


Upacara ini sangat diipercaya sebagai penolak bala hingga kini tetap lestari, digelar secara berkesinambungan setiap 210 hari saat hari Suci Kuningan.


Menurut Ketua Kertha Desa Munggu Ida Bagus Gede Mahadewa, tradisi "makotek" merupakan tradisi yang dilakukan setiap Hari Raya Kuningan serta dipercaya dapat menjauhkan diri dari segala bentuk bencana.


Tradisi itu diwarisi secara turun temurun, namun pernah ada bencana dan  kegiatan "mekotek" itu ditiadakan, tapi kemudian menyusul ada bencana menimpa warga, bahkan secara tiba-tiba belasan orang warga meninggal.


Adanya musibah yang tidak diinginkan itu, tradisi "mekotek" kembali digelar masyarakat setempat, namun alat yang digunakannya diubah dari tadinya tombak menjadi kayu atau tongkat.


Kegiatan tradisi itu sekaligus  memperingati kemenangan Kerajaan Mengwi saat perang melawan kerajaan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.  Tradisi itu disebut makotek berawal dari suara kayu-kayu yang saling bersentuhan dengan  kayukayu lainnya saat  disatukan menjadi bentuk gunung yang menyudut ke atas.


"Makotek timbul dari suara kayu-kayu yang digabung jadi satu, dari ratusan warga, bunyinya tek.. tek.. tek.."

Peserta pria dari umur 13-60 tahun sebelumnya melakukan persembahyangan bersama di Pura Luhur Sapuh Jagat desa Munggu, berakhir dengan permercikkan air suci (tirta) hasil redaman keris pusaka di tempat suci tersebut.

Tradisi Mekotek | Visinusantaranews.com


Namun warga tidak diizinkan ikut dalam "Mekotek" jika salah seorang anggota keluarga meninggal (cuntaka) atau istrinya yang baru saja melahirkan. Dalam permainannya, ratusan kayu-kayu yang  masing-masing dipegang kaum laki-laki dengan cara menggabungkan kayu sepanjang 3,5 meter dari pohon pulet hingga membentuk kerucut.


Sejumlah pemuda  yang merasa tertantang  secara spontanitas menaiki kayu-kayu  tersebut hingga berada di ujung dengan posisi berdiri.


Kemudian ratusan orang dengan kayu-kayu tersebut juga disatukan hingga berbentuk kerucut, dan dinaiki oleh salah seorang pemuda. Kedua kelompok "mekotek" tersebut kemudian dipertemukan untuk berperang layaknya panglima perang.


Meski cukup berbahaya karena banyak peserta terjatuh dari ujung kayu atas, namun tradisi itu tetap dinilai menyenangkan, semakin banyak pemuda yang berkali-kali mencoba untuk naik, di tengah iringan suara gamelan belaganjur yang bertalu-talu.


Tradisi Mesuryak di Kabupaten Tabanan Bali

Tradisi Mesuryak |Visinusantaranews.com


Seusai menggelar persembahyangandi pura dan sanggah keluarga, setiap keluarga yang berkecukupan membagi-bagikan uang kepada warga dengan cara disebar di udara. Tradisi bernama Mesuryak (bersorak) ini disambut antusiasme warga desa mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.



Dikatakan bahwa mereka tak canggung untuk memburu pecahan uang mulai dari Rp.500 hingga Rp.100.000. Bahkan, tak jarang beberapa dari mereka mengalami cedera karena saling berebut untuk mendapatkan uang yang mereka incar. 



Tradisi Mesuryak ini menjadi warisan leluhur dan berlangsung secara turun-termurun. Tradisi ini merupakan simbol persembahan kepada leluhur yang sudah meninggal agar diberi tempat yang layak di alam sana. 



Secara niskala(tidak nyata) kita memberikan sesaji dan secara skala (nyata) kita memberikan uang sebagai bentuk nyata. Mereka yang menyelenggarakan mesuryak meyakini bahwa rejeki akan berlimpah jika memberi kebahagiaan kepada sesama dengan cara membagi-bagikan uang karena hal ini berarti membekali leluhur mereka yang telah meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar