Iklan

Kalingga
Januari 14, 2023, Januari 14, 2023 WIB
Last Updated 2023-08-26T18:30:15Z
BaliBeritaBerita BaliDaerahHari Raya KuninganOpini

Mengenal Perayaan "Hari Raya Kuningan" di Pulau Bali

Advertisement



Bali - Bagi masyarakat Bali atau masyarakat yang sudah lama berdomisili di Bali tentunya akan mengenal perayaan Hari raya Kuningan adalah hari raya yang dirayakan umat Hindu Dharma di Pulau Dewata Bali. 



Dakam pelaksanaannya, Hari raya Kuningan dilaksanakan pada hari Saniscara (Sabtu), Kliwon, wuku Kuningan sesuai dengan Kalender Bali.



Hari raya Kuningan ini  sendiri dilaksanakan setiap 210 hari sekali, dengan menggunakan perhitungan kalender Bali (1 bulan dalam kalender Bali = 35 hari). 


Perayaan ini bertepatan juga dengan Sepuluh hari setelah masyarakat Hindu Dharma di Bali mealkukan perayaan "Hari Raya Galungan". 


Makna Kuningan - Hari Raya Kuningan


Kata Kuningan memiliki makna "kauningan" yang artinya mencapai peningkatan spiritual dengan cara introspeksi agar terhindar dari marabahaya.



Perayaan Hari Kuningan merupakan hari resepsi bagi hari Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma yang pemujaannya ditujukan kepada para Deva dan Pitara agar turun melaksanakan pensucian serta mukti, atau menikmati sesaji yang dipersembahkan. 



Kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma(kejahatan) yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan.



Didalam "Kitab Sarasamuccaya" (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu:


“Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika.”


Terjemahannya bahwa : "Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya". 



Diketahui pula bahwa, perumpamaan ini diambil karena, bagi manusia, sangat sulit untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu. Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknya ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus.


Dikutip dari Bhagawan Dwija, mengatakan makna dari Kuningan adalah mengadakan janji/pemberitahuan/nguningang, baik kepada diri sendiri, maupun kepada Ida Sanghyang Parama Kawi.


Dalam kehidupan kita akan selalu berusaha memenangkan dharma dan mengalahkan adharma (antara lain bhuta dungulan, bhuta galungan dan bhuta amangkurat).


Sarasamuccaya (sloka 564) juga menyebutkan;


“Lawan ta waneh, atyanta ring gahana keta sanghyang dharma ngaranira, paramasuksma, tan pahi lawan tapakning iwak ring wwai, ndan pinet juga sire de sang pandita, kelan upasama pagwan kotsahan.”


Artinya: "Lagi pula terlampau amat mulia dharma itu, amat rahasia pula, tidak bedanya dengan jejak ikan didalam air, namun dituntut juga oleh sang pandita dengan ketenangan, kesabaran, keteguhan hati terus diusahakan."


Demikianlah keutamaan dharma hendaknyalah diketahui, dipahami kemudian dilaksanakan sehingga menemukan siapa sesungguhnya jati diri manusia. 



Perayaan "Hari raya Kuningan" adalah hari raya khusus, di mana para leluhur yang setelah beberapa saat berada dengan keluarga sekali lagi disuguhkan sesaji dalam upacara perpisahan untuk kembali ke-stananya masing-masing. 



Sedangkan di pedesaan ada beberapa "Barong ngelawang" beberapa hari diikuti sekolompok anak-anak dengan tetabuhan/gamelan.


Penyelenggaaraan upacara Kuningan disyaratkan supaya dilaksanakan semasih pagi dan tidak dibenarkan setelah matahari condong ke barat. Ini dikarenakan Pada Hari Raya Kuningan, Ida Sanghyang Widhi Wasa memberkahi dunia dan umat manusia sejak jam 00:00 dini hari sampai jam 12:00 siang. 



Kenapa batas waktu sampai jam 12 siang, dikarenakan energi alam semesta (panca mahabhuta: pertiwi, apah, bayu, teja, akasa) bangkit dari pagi hingga mencapai klimaksnya di bajeg surya (tengah hari). 



Setelah lewat bajeg surya disebut masa pralina (pengembalian ke asalnya) atau juga dapat dikatakan pada masa itu energi alam semesta akan menurun dan pada saat sanghyang surya mesineb (malam hari) adalah saatnya beristirahat (tamasika kala).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar